PERJANJIAN ARBITRASE

Perjanjian Arbitrase dapat dibuat oleh para Pihak dalam bentuk:

Pertama, Pactum Decompromittendo, yaitu Perjanjian Arbitrase yang dibuat sebelum timbulnya sengketa berupa Klausula Arbitrase yang tercantum dalam perjanjian pokok.

LAPS SJK merekomendasikan kepada para Pihak untuk membuat Klausula Arbitrase LAPS SJK dengan format standar yang sekurang-kurangnya berbunyi sebagai berikut:

Para Pihak sepakat bahwa semua perbedaan pendapat, perselisihan dan sengketa yang timbul dari dan/ atau sehubungan dengan Perjanjian ini maupun pelaksanaan Perjanjian ini (selanjutnya disebut “Persengketaan”), baik mengenai cidera janji, Perbuatan Melawan Hukum maupun mengenai pengakhiran dan/ atau keabsahan Perjanjian ini, yang tidak dapat diselesaikan secara musyawarah untuk mufakat akan diselesaikan melalui Arbitrase LAPS SJK yang diselenggarakan menurut peraturan dan acara Arbitrase LAPS SJK, bertempat di Jakarta, dalam Bahasa Indonesia dan diputus oleh Majelis Arbitrase yang terdiri dari 3 (tiga) Arbiter. Putusan Arbitrase LAPS SJK bersifat final dan mengikat.

Kedua, Akta Kompromis, yaitu Perjanjian Arbitrase yang dibuat setelah timbulnya sengketa berupa perjanjian tersendiri (bukan berupa amendment ataupun addendum perjanjian pokok). Hukum positif yang berlaku di Indonesia, sebagaimana tertuang dalam Pasal 9 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, memberikan pengaturan khusus mengenai isi dari Perjanjian Arbitrase yang dibuat setelah timbulnya sengketa, yaitu harus sekurang-kurangnya memuat:

  1. masalah yang dipersengketakan;
  2. nama lengkap dan tempat tinggal para pihak;
  3. nama lengkap dan tempat tinggal Arbiter Tunggal/ masing-masing Arbiter dari Majelis Arbitrase;
  4. tempat Arbiter Tunggal/ Majelis Arbitrase akan mengambil keputusan;
  5. nama lengkap Sekretaris Sidang;
  6. jangka waktu penyelesaian sengketa;
  7. pernyataan kesediaan dari Arbiter Tunggal/ masing-masing Arbiter dari Majelis Arbitrase;
  8. pernyataan kesediaan dari para Pihak yang bersengketa untuk menanggung segala biaya yang diperlukan untuk penyelesaian sengketa melalui Arbitrase.

Hukum Indonesia mengatur tegas mengenai bentuk dan isi dari Perjanjian Arbitrase yang dibuat setelah munculnya sengketa, sehingga apabila tidak memuat satu saja dari butir-butir tersebut di atas maka berakibat batal demi hukum (Pasal 9 ayat (4) UU No. 30 Tahun 1999). Oleh karena itu LAPS SJK menghimbau agar para Pihak yang ingin membuat Perjanjian Arbitrase setelah munculnya sengketa agar berkonsultasi dengan Pengurus LAPS SJK.

Menjadi Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Sektor Jasa Keuangan yang profesional, kredibel dan pilihan utama bagi nasabah serta penyedia jasa keuangan.